Definisi, Praktik Riil Dari Konsep Teori Akad Murabahah,
Sistem Operasional Meliputi Gambar Dan Narasi Serta Angka Riil Dari Bank
Terkait Produk Pembiayaan Murabahah
Disusun
Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Manajemen Pembiayaan Bank Syari’ah
Dosen
Pengampu: Gita Danupranata,
S.E., M. Si
Disusun
oleh:
Dian Purnami (20130730365)
Ika Aprilliana Pratiwi (20130730344)
Wening Pramesti (20130730370)
Andari Giswara (20130730200)
Poppi Siti Ropiah (20130730351)
Jurusan
Ekonomi Dan Perbankan Islam
Fakultas
Agama Islam
Universitas
Muhammadiyah Yogyakarta
Tahun
Ajaran 2015/2016
1.
Pengertian
Akad Pembiayaan Murabahah
Secara
bahasa murabahah diambil dari kata rabina-yarbahu-ribhan-warabahan-warabahan
yang berarti beruntung atau memberikan keuntungan. Sedang kata ribh itu sendiri
berarti suatu kelebihan yang diperoleh dari produksi atau modal (profit).
Murabahah berasal dari mashdar yang berarti “keuntungan, laba, atau faedah”.
Secara
istilah, murabahah ini banyak didefinisikan oleh para fuqaha. Jual beli
murabahah adalah jual beli dengan harga jualnya sama dengan harga belinya
ditambah dengan keuntungan.
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan
pembiayaan murabahah adalah transaksi jual beli dimana bank bertindak sebagai
penjual dan nasabah sebagai pembeli, dengan penentuan harga jual yaitu harga
beli bank dari pemasok ditambah keuntungan (Margin), sesuai dengan kesepakatan
antara pihak bank dengan nasabah.
Adapun mekanismenya sebagai berikut:
1.
Bank membeli barang yang
diperlukan nasabah atas nama bank sendiri, dan pembelian ini harus sah dan
bebas riba.
2.
Bank menyampaikan semua hal
yang berkaitan dengan pembelian, misalnya pembelian dilakukan secara hutang.
3.
Bank kemudian menjual barang
tersebut kepada nasabah (pemesan) dengan harga jual senilai harga beli plus keuntunganya.
Dalam kaitan ini bank harus memberitahukan secara jujur harga pokok barang
kepada nasabah berikut biaya yang diperlukan.
4.
Nasabah membayar harga barang
yang telah disepakati tersebut pada jangka waktu tertentu yang telah
disepakati.
5.
Untuk mencegah terjadinya
penyalahgunaan atau kerusakan akad tersebut, pihak bank dapat mengadakan
perjanjian khusus dengan nasabah.
Persyaratan Murabahah yaitu:
1. Bank dan nasabah harus mengadakan akad murabahah yang bebas riba.
2. Barang yang diperjual-belikan tidak termasuk kategori yang diharamkan
oleh syariat islam.
3. Bank harus menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan pembelian,
misalnya jika pembelian dilakukan secara hutang.
4. Bank kemudian menjual barang tersebut kepada nasabah (Pemesan) dengan
harga jual senilai harga perolehan ditambah keuntungannya.
5. Nasabah membayar harga yang disepakati sesuai jangka waktu yang
disepakati.
6. Bank dapat mencegah terjadinya penyalahgunaan atau kerusakan akad
melalui perjanjian tambahan dengan nasabah.
7. Jika bank hendak mewakilkan kepada nasabah untuk membeli barang dari
pihak ketiga, akad jual beli murabahah harus dilakukan setelah barang secara
prinsip menjadi milik bank.
8. Jika bank menerima permintaan nasabah akan suatu barang atau aset, ia
harus membeli terlebih dahulu aset yang dipesan tersebut dan bank harus
menyempurnakan jual beli yang sah dengan pedagang tersebut.
Syarat sah pembiayaan
murabahah terdiri dari :
1.
Pihak yang melakukan akad
harus cakap hukum (Baligh/dewasa) dan saling ridho (tanpa paksaan).
2.
Barang (objek yang dibiayai)
adalah:
a.
Barang itu ada meskipun tidak
ditempat
b.
Barang itu milik sah
penjual/bank
c.
Tidak termasuk kategori yang
diharamkan sebagai objek jual beli.
d.
Barang tersebut sesuai dengan
pernyataan penjual.
2.
Praktik Riil Konsep Akad Pembiayaan Murabahah
“Study Kasus Bank Mu’amalat”
PT. Terus Maju
membutuhkan dana untuk pembangunan tower telkomsel, pada tanggal 17 maret 2008.
Untuk pembangunan ini, PT. terus maju harus menyediakan dana Rp. 750.000.000.
melihat kondisi keuangan PT. Terus Maju mengalami kesulitan untuk melakukan
pembelian bahan bangunan untuk pembangunan tersebut. PT. Terus Maju hanya
memiliki kemampuan uang sebesar rp. 5.500.000 perbulan. Untuk memecahkan
masalah ini, PT. Terus Maju mendatangi Bank Muamalat untuk mengajukan
permohonan pembiayaan dengan memaparkan kondisi kebutuhan dan keuangan.
Analisis bank:
Berikut adalah analisis
bank dalam memberikan pendanaan dengan memperhitungkan kebutuhan dan kemampuan
financial nasabah.
- Harga barang dari
pemasok :
Rp. 750.000.000
- Kemampuan keuangan
nasabah per bulan : Rp 5.500.000.
- Harga jual barang
kepada nasabah : Rp.
805.000.000.
- Periode pembiayaan : 10
bulan.
Dengan analisis
tersebut, maka bentuk pembiayaan yang diberikan oleh bank kepada PT. Terus Maju
adalah dengan menggunakan akad murabahah muajjal (bayar cicilan), harga jual
Rp. 805.000.000, jangka waktu 10 bulan, dan angsuran Rp. 5.500.000, perbulan.
Realisasi pembiayaan
Nama :
PT. TERUS MAJU.
Rek :
501.00116.10.
Plafond : Rp.
750.000.000.
Cadangan biaya
administrasi : Rp. 11.250.000.
Cadangan biaya materai : Rp. 60.000.
Cadangan biaya notaris : Rp. 6.000.000.
Cadangan asuransi
kebakaran : Rp. 100.000.
*persyaratan
atau dokumen pada realisasi pembiayaan pada PT. Terus Maju, ada pada lampiran
yang tidak terpisah dari pembahasan contoh kasus tersebut
Analisis Masalah
Pada
dasarnya konsep dasar murabahah dalam fiqih tidak selamanya bisa murni
diterapkan dalam pelaksanaanya di Bank Syari’ah misalnya Bank Muamalat. Hal ini
mengingat perkembangan jaman dan perkembangan teknologi yang menurut Bank
Muamalat bekerja dengan efektif dan efisien guna meningkatkan pelayanan kepada
nasabah atau masyarakat pengguna jasa perbankan.
Untuk
itu dalam praktiknya, murabahahyang murni sesuai fiqih muamalah dimana penjual
dan pembeli bertemu langsung, masing-masing membawa barang dan uang, hal ini
berbeda dengan prakteknya di Bank Muamalat. Dimana Bank Muamalat tidak
mempunyai persediaan semua barang yang dibutuhkan oleh nasabah, melainkan bank
akan membeli dahulu dari suppliersetelah ada permintaan dari nasabah. Sistem
pembayaran pada murabahahini dilakukan secara angsuran dan bukan dengan cara
pembayaran sekaligus pada jatuh tempo (sesuai fiqih muamalah), hal ini
dikarenakan untuk menghindari resiko adanya kredit macet (non performing loan),
dan juga umumnya nasabah yang datang ke bank menginginkan kredit dengan
pembayaran secara angsuran.
Asumsinya,
kalau nasabah yang mampu dengan pembayaran tunai pasti mereka datang langsung
ke supplier mengapa harus repot-repot datang ke bank. Dan kalau dilakukan
dengan cara sekaligus pada jatuh tempo, ini akan memberatkan nasabah. Padahal
pembiayaan di Bank Muamalat minimal Rp. 50.000.000 (cukup besar). Berdasarkan
hasil wawancara penulis dengan salah satu karyawan Bank Muamalat, murabahah
dengan sistem angsuran atau cicilan (bai’ bitsaman ajil) ini merupakan
diverifikasi dari murabahah sendiri dan justru dengan pembayaran secara
angsuran inilah, produk ini degemari masyarakat.
Dalam
pembelian barangnya, Bank Muamalah umumnya dilakukan dengan mewakalahkan kepada
nasabahnya sendiri dan nasabah wajib menyerahkan bukti-bukti pembelian
kebutuhan barang tersebut (seperti kwitansi, invoice, dsb). Perjanjian ini
dibuat pada waktu akad sebelum realisasi pembiayaan dana, dan secara tertulis
terdapat pada persyaratan perjanjian pembiayaan.
Hal ini dilakukan untuk menghindari penyalahgunaan
pembiayaan. Akad wakalah dalam pembelian barang ini dilakukan karena
keterbatasan tenaga yang ada dan juga agar lebih efektif dan efisien, hal ini
sah-sah saja asalkan tidak melanggar aturan fiqih yang ada.
Langkah pemberian Wakalah kepada Nasabah
inilah yang oleh sebagian akademisi dianggap bahwa Bank Syariah terkadang
kurang bijak dan tidak hati-hati menerapkan media Wakalahpembelian Barang ini.
Karena Fatwa MUI No.04/DSN-MUI/IV/2000 tanggal 1 April 2000 (26 Dzulhijah 1420
H) telah menetapkan bahwa jika Bank hendak mewakilkan kepada Nasabah untuk
membeli barang dari pihak ketiga, maka akad jual beli murabahah harus dilakukan
setelah barang secara prinsip menjadi milik Bank. Dengan kata lain, pemberian
kuasa (Wakalah) dari Bank kepada Nasabah atau pihak ketiga manapun, harus
dilakukan sebelum Akad Jual beli Murabahah terjadi. Dalam kenyataannya, Akad
Murabahah sering kali mendahului pemberian Wakalah dan dropping dana pembelian
barang. Bagaimana mau dikatakan barang telah menjadi milik Bank, jika dropping
dana pembelian barang saja dilakukan setelah akad Murabahah ditanda-tangani.
Bank Indonesia (BI) nampaknya cukup
tegas dalam hal ini. Melalui Peraturan Bank Indonesia (PBI) No.7/46/PBI/2005
tanggal 14 Nopember 2005 tentang standarisasi akad, BI menegaskan kembali
penggunaan media Wakalah dalam Murabahah pada pasal 9 ayat 1 butir d yaitu
dalam hal Bank mewakilkan kepada Nasabah (Wakalah) untuk membeli barang, maka
akad Murabahah harus dilakukan setelah barang secara prinsip menjadi milik
Bank. Bahkan dalam bagian penjelasan PBI tersebut ditegaskan bahwa Akad
Wakalahharus dibuat terpisah dengan Akad Murabahah. Lalu ditegaskan, yang
dimaksud secara prinsip Barang milik Bank dalam Wakalah pada Akad Murabahah
adalah adanya aliran dana yang ditujukan kepada pemasok barang atau dibuktikan
dengan kwitansi pembelian. Proses realisasi penanaman dana murabahah dilakukan
oleh bagian OP dengan memperhatikan kelengkapan dokumen yang meliputi; SPRP,
surat sanggup, jadwal angsur, STTU, surat kuasa debet, surat fasilitas
pembiayaan, perjanjian pembiayaan, keterangan tentang agunan.
3. Sistem Operasional Akad Pembiayaan
Murabahah di Bank Syariah
Ketentuan
Murabahah
(Fatwa
DSN : 04/DSN-MUI/IV/2000)
1) Nasabah mengajukan permohonan dan perjanjian
pembelian suatu barang atau asset kepada bank
2) Jika bank menerima => ia harus membeli
terlebih dahulu aset yang dipesannya secara sah dengan pedagang
3) Bank menawarkan aset tersebut kepada nasabah dan
nasabah harus menerima (membeli)-nya, karena secara hukum perjanjian tsb
mengikat; kemudian kedua belah pihak harus membuat kontrak jual beli
4) Bank dibolehkan meminta nasabah untuk membayar
uang muka saat menandatangani kesepakatan awal pemesanan
5) Jika
nasabah menolak membeli barang, biaya riil bank harus dibayar dari uang muka
tersebut
6) Jika nilai uang muka kurang dari
kerugian bank, bank dapat meminta kembali sisa kerugiannya kepada nasabah.
7) Bank boleh meminta jaminan kepada nasabah sebagai
bentuk keseriusan dari akad yang akan dilakukan
8)
Jika uang muka memakai kontrak ‘urbun sebagai alternatif dari uang muka,
maka :
a.
.Jika nasabah membeli=> ia tinggal membayar sisa harga
b. Jika nasabah batal membeli=> menjadi milik
bank maksimal sebesar kerugian bank; dan jika tidak mencukupi, nasabah wajib
melunasi kekurangannya.
4.
Angka Riil Produk Pembiayaan Murabahah di Bank
Muamalat
Indonesia
Prosentase Pembiayaan Bank
Muamalat Indonesia
|
||||
Tahun
|
Mudharabah
|
Musyarakah
|
Murabahah
|
Ijarah
|
2010
|
1.364.534.388,00
|
5.979.043.571,00
|
6.441.601.218,00
|
614.605.009,00
|
2011
|
1.498.296.551,00
|
8.176.819.533,00
|
10.042.862.193,00
|
325.455.607,00
|
2012
|
1.985.586.533,00
|
12.819.798.193,00
|
16.140.183.597,00
|
178.213.960,00
|
2013
|
2.225.162.877,00
|
18.673.772.593,00
|
19.366.212.988,00
|
188.692.010,00
|
2014
|
1.723.618.638,00
|
19.549.525.035,00
|
20.172.146.338,00
|
250.643.907,00
|
Data diatas menunjukkan bahwa setiap tahunnya, Bank Muamalat
Indonesia mengalami peningkatan secara terus menerus. Terutama pada produk
murabahah yang cukup banyak diminati oleh masyarakat. Tapi secara keseluruhan
hampir semua produknya mengalami peningkatan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar